Konon dari cerita Tutur Tinutur serta teori "Otak Atik Gathuk" bahwa asal kata Seren adalah keseser podo leren yang artinya setelah dikejar-kejar dan kepepet sangat lelah lalu istirahat di suatu tempat yang akhirnya daerah itu sepakat menyebutnya "SEREN"
Versi lain asal kata Seren adalah bahwa penduduk desa yang sebagian besar petani padi menganut kepercayaan animisme yang memuja Dewa antara lain Dewi Sri sebagai Dewa kesuburan, Dewanya petani padi. pada saat itu penduduk desa masih belum sebanyak sekarang, Tanah dan sawah nya masih sangat subur sehingga ditanami padi hanya setahun sekali. pada saat panen raya padi setahun sekali sebagai tasyakuran keberhasilan panen memuja Dewi Sri maka masyarakat melakukan upacara adat dengan aneka sesaji/tumpengan dengan aneka lauk pauk di sawah secara besar-besaran yang dipimpin oleh ketua adat. Dewi Sri diwujudkan dalam wayang Dewi Sri yang dibuat dari batang padi (damen), setelah upacara selesai wayang tersebut ditaruh di atas pintu dengan memuja Dewi Sri sebagai Dewa kesuburan/padi agar panen rayanya yang akan datang hasilnya lebih baik, acara adat tersebut dinamakan "SEREN TAHUN" dari kepanjangan Sri sedangkan tahun karena panen rayanya hanya sekali dalam setahun. Versi ini didukung bahwa masyarakat desa Seren saat ini ini masih kuat kepercayaan adat-istiadat serta animisme bila dibandingkan dengan tetangga desa. Acara Seren tahun tersebut saat ini masih dilakukan oleh masyarakat petani di desa-desa daerah Jawa Barat bagian Selatan seperti Kuningan, Sukabumi dan Banten Selatan.
Dalam perkembangannya Daerah Desa Seren termasuk daerah kekuasaan Bagelen yang merupakan basis pengikut Perang Diponegoro sehingga daerah tersebut menjadi Penuh dengan pertentangan dan pergolakan dan rakyatnya tidak tunduk kepada penguasa Belanda. Setelah Perang Diponegoro selesai Tahun 1830 para bekas pengikut Pangeran Diponegoro tersebar kemana-mana membuat keonaran maka pihak Belanda atau Sultan Yogja berkepentingan agar daerah Bagelen aman dan rakyatnya tunduk kepada pemerintah Belanda.
Upaya pemerintah Belanda untuk menjaga keamanan daerah Bagelen dan sekitarnya adalah merangkul para tokoh masyarakat setempat maka Kyai Jaga Murah seorang Kyai dan tokoh masyarakat yang disegani di daerah Seren dipanggil Sultan Yogya (menurut catatan sejarah Tahun 1830 adalah Sultan Hamengkubuwono V) Untuk mengamankan daerah itu. Resodipo untuk menghadap ke Keraton Yogyakarta.
Hal ini perlu dikaji Apakah sebabnya Kyai Joko Murah yang petilasannya di Sedlanggung (pekarangan Sastro Sangut-Abu Dardo) yang terkenal pemberani dengan keilmuan kadigdayan atau kesaktiannya yang tinggi tetapi takut menghadap kepada Sultan Yogja kompeni Belanda, hal ini ada beberapa versi antara lain kemungkinan selama ini Kyai Joko Murah tidak pernah memberikan upeti atau setoran pajak ke sultan yang lazim pada waktu itu sehingga takut dikenakan hukuman seperti para pengikut Pangeran Diponegoro.
Selanjutnya Resodipo yang menghadap ke Keraton Yogyakarta yang pada waktu itu tata caranya harus melalui penguasa Bagelen bersama-sama tokoh-tokoh desa lainnya dan diangkat sebagai kepala desa Seren yang pertama dengan pangkat atau gelar Demang Resodipo dengan tugas menjaga keamanan dan ketentraman daerah itu dan tunduk kepada kompeni dan Sultan Yogja. Akibat pengangkatan tersebut hubungan kakak beradik secara alamiah menjadi tidak baik yang berkepanjangan yang masing-masing mempunyai pengikut dan keturunannya yang akhirnya dapat mengganggu ketentraman dan keamanan warga.